Menanggapi Statement Kebebasan Berkonten di Youtube
Isu kubu positif dan negatif udah jadi drama basi di komunitas Youtube, baik di kalangan pemilik channel maupun penonton. Sekarang yang tersisa dari drama ini cuma celetukan-celetukan usil soal kubu-kubuan.
Diawali dari Reza Arap dan Edho Zell yang gak main bareng lagi dan jadi rame (penonton ga merasa cukup dengan alasan "Reza dan Edho memilih ga main video bareng lagi karena agensi Edho yang komit mau berkonten untuk semua usia dan Edho menghormati kalau Arap mau tetap jadi dirinya sendiri", karena, welp, manusia butuh drama), dan 'disulut' sama kehadiran Youtube Anthem (yang TBH judulnya terlalu general untuk sebuah lagu dengan lirik bernada 'opini') dan Ganteng Ganteng Swag. Ditanggapi secara agak gegabah oleh anak-anak GGS via Instagram, yang ngepost wefie bareng (Young Lex, Andovi, Jovial, dan Kemal) yang captionnya cukup... dibilang marah ya gak marah, tapi gak nyambung aja sama opini penonton soal video mereka yang gak di-age restricted dan mereka malah main senjata 'kalian ga paham masa lalu kami dan kenapa kami milih jalan ini'.
Gue baru nemuin video Cameo Project ini hari ini, karena video Youtube Oscar dari Tim2One yang ada cuplikan video di atas, berbentuk quotes-quotes para Youtuber yang katanya 'negatif' dan 'positif' ini. Salah satunya ada quotes Israel (VNGNC) yang bilang "ini kenapa dua orang yang berantem satu Indonesia yang ribet." Buat bahan ketawa (lucu aja liat Israel diquoting gitu dan disatuin sama quotes-quotes lucu yang dikutip randomly dari jargon-jargon kaya "andovi da lopez ga pernah mandi" -ADL, atau "indomie mie dari Indonesia" - Tim2One, sementara kalimatnya Israel lumayan berkonteks 'ngamuk'), gue nyari video aslinya, sesuai watermark yang tertera di videonya Tim2One, yaitu akun Cameo Project.
Gue setuju, bahwa setiap orang punya hak memilih konten apa yang akan dia tampilkan di Youtube. Sesuai apa yang dibilang di video ini, kita ga bisa ngatur apa yang akan orang lakukan untuk videonya. Gak ada yang terlalu positif, atau terlalu negatif.
Jelas di sini, gue gak kenal pribadi siapa Young Lex. Gue cuma outsider yang ga suka cara dia berkarya. Jelas di video itu, si cowok yang ngomong di video itu dia ada berfoto sama Young Lex. Even Twitter sama Insta lagi gempar abis karena Ernest Prakasa selfie bareng Young Lex, dan jadiin doi cast The Underdog, film Ernest selanjutnya.
Tapi sayangnya, sebagai outsider yang cuma tau segini aja soal Young Lex, maka segitu ajalah yang bisa gue keluarkan tentang dia. Apa yang kalian harapkan? Gak nilai dia dari luar? Dia memonetasi apa yang dia sebut 'dari luar', dia menyajikan sesuatu yang dia bilang 'dari luar'. Beda, antara memperlakukan seseorang dari karyanya, dan dari pribadinya. Meski, kita tetep ga bisa menikmati karya seseorang dengan anteng ketika kita tahu watak asli dia.
Si cowok di video ini (not into Cameo Project. udah nonton beberapa video dia sebelum video ini tapi gatau nama dia siapa), menyinggung gue dengan kalimat "jadi semua sesuai opini lo?"
Pada kenyataannya di sini banyak orang yang sedang berjuang mempertahankan haknya untuk berkarya, tanpa menghargai hak penonton untuk mendapat konten berkualitas, apalagi mendapat hak untuk mengkritik. Ketika orang-orang kaya gue yang kalo kritik mencoba sangat obyektif, disejajarkan dengan orang yang cuma bisa kritik tete Awkarin, di situlah gue merasa hak berpendapat gue dikekang.
Pada kenyataannya, di sini gue sedang melihat Kemal Palevi dan Young Lex memaksakan diri mereka diterima apa adanya oleh masyarakat, berkarya sesuka jidat mereka, tanpa peduli apakah mereka sudah memberi yang terbaik atau belum ke audiensnya. Mereka berkali-kali bilang punya hak, tapi mereka sendiri mengekang apa yang kita sebut 'hak'. Dan sayangnya, mereka gak mempergunakan hak menghapus komentar Youtube dengan baik, untuk memisahkan antara kita yang obyektif dan mereka yang cuma bisa bully muka Young Lex yang keambon-ambonan dan muka Kemal yang kearab-araban.
Pada kenyataannya kubu positif dan kubu negatif bener ada. Namun mereka gak terpecah secara persahabatan, beda dengan apa yang orang gosipkan bahwa mereka 'saling sindir'. Mereka berusaha tetap bersinergi, dekat sebagai pribadi, tapi dengan konten yang mereka pilih dengan nurani mereka. Mau tetap jadi orang yang punya konten netral dan general, atau frontal dan age-restricted-able (tapi kaga di-age-restricted #ups)?
Tapi di mana nurani mereka, ketika hatihatidiinternet menunjukkan ke kita, anak-anak kecil yang cover GGS dan belajar ngomong kasar dari mereka (welp gue ga suci-suci amat, but at least let 'em know about swear words when they're older, so they know how to handle their mouth)?
Mau sampai kapan mereka terus berjalan tanpa opini penonton? Siapa yang akan bertahan nonton mereka?
Oiya lupa. Di Indonesia memang mudah kok, cari duit. Stupid people are getting famous in here. Jadi gausah takut miskin meski karya lo trashy. Asal ada sounding, semua beres. Karena itu yang media mau: uang, uang, uang. No matter how shitty your content is. Gue gatau gimana pemilik SinemArt tidur nyenyak malem-malem setelah semua sinetron tai kucing yang dia ciptain.
Dan, si cowok di Cameo Project ini juga bilang "mau gak mau sebagai orang dewasa lu harus bisa terima". Menurut lu aja, apakah dengan recent case-nya si Kemal sama Erlanggs di Youtube atau kasus Kemal sama VNGNC di Twitter itu menunjukkan sikap dewasa (maksud: marah-marah karena reaction yang udah dibuat se-ambigu mungkin dan dank meme yang muka lo diedit agak bergelombang. do you even following the meme trend, kemal?)? Jadi siapa yang gak dewasa di sini? Kita yang mencoba untuk dapet konten less-shitty, atau mereka yang terus memaksakan haknya untuk 'stay shitty'? Dengan sudut macam apa, kita dibilang gak dewasa menanggapi pilihan hidup seseorang ketika dia punya pilihan neken opsi menutup videonya untuk 18 tahun ke bawah, instead of cuman mejeng-mejengin di deskripsi videonya kalo video dia bukan untuk orang "sensitif, low self-esteem, blablabla"?
"Mereka bukan nabi, apalagi tuhan. Mereka bebas lakuin apa yang mereka mau."
Bukan nabi, bukan tuhan, tapi bebas lakuin apa yang mereka mau.
Yes, bagi kalian yang menganut paham liberalisme, atau yang tidak bernaung dalam satu agama di mana otoritas manusia adalah Tuhan (baca: ateis) mungkin setuju dengan konsep kebebasan berkarya. Tapi agak lucu aja: bukan nabi, bukan tuhan, tapi bebas lakuin apa yang mereka mau. setau gue nabi itu ngelakuin mujizat dan Tuhan itu omnipotent. Terus kalo mereka bukan nabi bukan tuhan dari mana dapet kemampuan untuk bebas lakuin apa yang mereka mau? Oke skip bagian sini.
'bebas lakuin apa yang mereka mau'
gue benci statement tai kucing kaya gitu.
Ketika mereka terus menekan kita pada opini kebebasan berkarya, di situlah makin nampak bahwa kebebasan berbicara kita sedang dikekang dan kita harus menelan bulat-bulat kalo Youtube Indonesia itu KACANGAN ABIS. Kontennnya itu-itu aja. Satu orang bikin paranormal experience, semua ikut. Satu orang makan samyang, semua makan samyang. Satu orang ngereact, semua ikut ngereact.
Orang bebas lakuin yang mereka mau. Let them be them. Gue kapok jadi orang yang fight in the name of idealism. Dari SD kerjaan gue nongkrong di forum agama, lempar-lempar statement Alkitab ke orang yang non-Kristen atau bahkan ateis. Pas SMP gue bela-belain hak SNSD atas plagiarisme Cherrybelle yang justru, SNSD malah diuntungkan dengan sounding dari Cherrybelle dan ngelebarin fandom SNSD di Indonesia. Tololnya gue harus dihentikan sejak dini.
Tapi kenapa gue terus menulis ini dan akan menjadikan tulisan ini sebagai skrip video Youtube baru gue?
Karena negara ini berhak dapet content creator yang less shitty. Kaya kata Eno Bening, bahwa "trending Youtube sebuah negara mencerminkan negara itu". Meski, content creator kita masih kalah sama video-video reupload Bigo dan Iwan Bopeng, tapi silahkan diganti kalimatnya jadi "video yang ngetren dan dibuat berulang-ulang di Youtube mencerminkan negara tersebut".
Jadi harus apa?
Harus terus menerima bahwa penyanyi hip-hop kita yang paling naik daun saat ini di kalangan remaja, malah tetep jadi shitty dan memiliki sifat megalomaniac dan egosentri dengan alasan "pengen semua kalangan menjamah hip-hop" dan dia merasa mewujudkannya dengan konten dia yang kayak gitu?
Harus terus menerima kalau kita punya vlogger yang udah jual keyboard orang dan ngeracunin banyak anak SD buat ngebelain dia dan belajar kata-kata kasar untuk bentak-bentak haters (meski dia gak minta, tapi apa yang dia perbuat pas anak-anak itu berdiri buat dia dan berjam-jam berargumen di internet demi ngebela dia yang jelas-jelas salah?)
Harus terus menerima kalau kita punya orang-orang yang gatau cara make tombol age-restricted dan mamer sepatu setiap hari dan merasa Indonesia belum siap sama lagu rap dia yang jelas-jelas masih jauh di bawah standar?
WE JUST WANT TO MAKE YOUR CONTENT BETTER. GAADA YANG MAU NYETIR LU JADI A, B, ATAU C, ATAU BAHKAN BERHENTI BERKARYA. Kemal, Young Lex, terus ngehip-hop. Tapi lu bedua harus berenti merasa kalo konten lu yang paling benar.
Rando, stop vlogging for a while. Ketemu sama fans-fans SD lu, minta maaf sama emak mereka, minta maaf sama anak yang keyboardnya lu jual, minta maaf sama Indo Beatbox, dan jadi lanjutin video vlogging lu. Belajar banyak dari Casey Neistat, Rando.
Awkarin, terus jadi model. Foto-foto lu bagus, sayang attitude lo terlalu american-tryhard. Lo terlalu memaksakan diri lo untuk punya jati diri sebagai orang yang 'ngomong bahasa Inggris = kewl af'. Lo adalah lo, lo cantik apa adanya. Tapi lo bener-bener harus belajar nyanyi kalo lo masih mau lanjut bikin video.
Pedulikah mereka sama tulisan gue, atau soon-to-be video Youtube gue yang akan ngomongin kasus ini panjang lebar?
Gak tahu juga. Karena di mana ada uang, di situ kebebasan berbicara kalian cuma jadi sampah.
(btw ending video yang gue attach itu lucu. overall gue suka pribadinya arap, meski gue masih mempermasalahkan status viewers dia yang umurnya jeblok banget dari umur-umur manusia sadar yang bisa menerima jokesnya arap dan arap ikutan di lagu GGS)
agak ironi ketika si Cameo Project ternyata jualan kaos tulisannya "Stop Making Stupid People Famous", sih. hehehe
Komentar
Posting Komentar