We Are All Doomed

Di dunia ini kita gaakan pernah mencapai total equality.

Sorry banget ni buat anak-anak kiri mentok yang selalu mengidamkan kesetaraan dan menggulingkan hierarki. Dunia cuma bisa berubah kalau orang merasa perubahan itu perlu, jadi gue rasa status quo kita akan tetep kaya gini.

Lagipula secara gimana alam semesta bekerja, equality yang beneran equal banget ga bakal bisa terjadi. Someone can always be more rich than another people. Entah cuma lebih kaya seribu perak, i dont know. There will be no total equality di mana semua manusia hidup dalam takdir yang sama. Hak yang sama, ya bisa lah dimainin dikit. Tapi pada akhirnya, topografi, lingkungan sosial, kadang orang yang underprivilege pun kalau dikasi barang mewah, dia gapunya pengetahuan yang cukup untuk memanfaatkan barang itu. 

Tapi menurut gue, pandemik covid-19 ini adalah puncak ekualitas yang selama ini diidamkan semua anak kiri di setiap fakultas. Di momen ini gaksi, semua orang kena tai?

Mau lo kaya juga anxiety complex lu tetep ketrigger. Mau lo lulusan Harvard pun, lu tetep stres karena kekurung di rumah sama keluarga lo yang toxic. Ada beberapa hal yang gabisa dibeli pake duit--well, konsul ke psikolog bisa dibeli pake duit sih...

LOH TAPI KAN SELAMA PANDEMIK INI ANTUM MARKUNTUM TIDAK BISA KELUAR RUMAH UNTUK KONSUL SAMA PSIKOLOG HAHAHHAHAAHAHAHA mampus gue.

Semua sama-sama terpaksa konsultasi online lewat Zoom atau Halodoc. Pun efeknya akan sama kalau merasa kurang efektif. Lo bakal sama stresnya sama yg ga punya kemampuan finansial untuk konsul ke psikolog. 

In the end, meski skalanya beda-beda, kita semua sama-sama mampus dengan cara kita sendiri.

Semua orang punya kesempatan yang sama untuk kena covid-19, virus taik ini tau aja cara ngancurin kita dari aspek apapun. 

Jadi, ya udah...

Gue udah nyerah dua minggu terakhir, anxious gajelas karena ga tenang sama komunikasi via online ama temen-temen tongkrongan gue. Dulu jaman-jaman gue anxious gajelas, gue belajar mengobatinya dengan "act like nothing happened pas ketemu di tongkrongan/kampus, terus singgung dikit chat lu semalem dan lurusin"

LOH SEKARANG TIDAK BISAAAA

Tapi gue udah nyerah untuk peduli.

Ada kali setengah jam gue ramble ke pacar gue soal kekhawatiran gue yang ada di kepala, sampe satu titik gue berenti nulis dan mikir...

"Yaudah trus kenapa?"

Gue udah coba semua yang gue bisa, dan gue tau banget gue gabisa muasin semua orang, bikin semua orang seneng, atau ngelarang orang benci ama gue. At the end of the road, I am doomed.

But last time I thought I am doomed, gue ketemu tongkrongan baru. Doomed lagi, ketemu tongkrongan baru lagi.

I guess there will be no end of the world sebelum lo bener-bener mati.

And I guess things will be just fine, karena toh yang ancur, anxious, dimusuhin beberapa orang di angkatan dan di jurusan, ga cuma gue...

We are all doomed.

Until this pandemic is over and the world can be considered as "safe". Sampe lo bisa beraktivitas lagi kaya biasa.

In the end, it is all pointless: gimana gue berusaha mengurangi damage dari kating-kating gue yang kayaknya hmm seru sekali ya ngetawain suicidal tendency gue awal-awal taun 2019. Gatau lucunya di mana, I guess mereka harus punya adek/anak yang suffered from that case dulu baru rasain pil pahit di mana lu tau lu punya sifat jelek dan kesalahan, tapi orang malah mandang lo less than human when you need them to at least ga ngomentarin mental problem lo dan cuma membenci lo karena kesalahan teknis yang lo buat.

Gue iri banget sama Lucinta Luna. Waktu klip dia pas breakdown disebarin sama Lambe Turah, seketika semua orang akhirnya nerima bahwa dia bisa capek. Seketika komentar Youtube baru sadar kalo "ya Lucinta Luna emang rese, tapi gue gatau kalau ternyata itu yang dia lawan selama ini. Maybe gue bisa tetep benci sama dia karena dia drama dan pembohong daripada nyerang dia secara personal atas apa yang ga dia lakuin."

Sadly, kadang lu harus mental breakdown sampe tremor di depan semua orang supaya mereka sadar kalo mereka monster. Atau, kaya beberapa anak-anak rantau PTN yang suka masuk berita: lo harus meninggal dan viral dulu baru mereka sadar kalo mereka monster.

Kadang sisi jahat gue suka nunggu kejutan. Siapa orang yang nantinya udah ga tahan lagi dan akan jadi pendobrak itu. Sejak suicidal tendency gue ilang, gue gapernah ngebayangin diri gue sendiri mati lagi. Jahatnya, yang gue tunggu adalah orang lain.

Tapi dalam sekali kedip, gue sadar bahwa the world doesnt work like that

Gue cuma bisa kerja dalam diam, dengan akun stoicism yang gue kelola di kampus, untuk mencoba sebisa mungkin ada buat orang-orang ini.

Dan monster-monster bangsat ini akan selalu ada di sana: di setiap proker, di setiap ospek, di setiap kampus, di setiap prodi, di setiap jurusan.

Ga cukup membenci lo karena kesalahan lo, mereka juga akan puas ketika mental lo lemah. Karena "lo berhak dibenci ketika lemah, abis lo nyebelin sih. Makanya jadi orang baik supaya disenengin orang!"

Entah Tuhan dari mana sampe mereka bisa merasa seperti itu.

Anjing, kan, gimana dunia ini berputar? Padahal di sisi dunia lain yang mereka gatau, ada banyak orang yang nangis ketika lo dijahatin sama mereka, ada orang yang bilang "sini kasi contact mereka ke aku, apasih masalah mereka sama kamu?", ada yang mau bantu gue pindah prodi...

Gaada orang yang 100% jahat dan 100% baik. Dan kadang orang ga sadar, kita jahat ke mereka karena it is SO HARD to be nice around assholes like them.

I guess as we grow older, kita gapernah mau cape-cape membunuh penjahat. Kita cuma bisa mengurangi damage dengan merangkul orang yang sama menderitanya sama kita.

Karena orang kalau udah anjing, selamanya akan jadi anjing. Sampe, ketika nanti dia ada di titik terendah, ada orang bangsat lain yang ngetawain dia.

Kira-kira nanti di titik terendah mereka, kating-kating gue bakal inget ga ya kalo mereka pernah ngetawain dan jadiin mental problem gue sebagai becandaan?

When that day comes, gue yakin makna mereka udah gaada di mata gue.

So whatever the end is: it didnt matter.

Seenggaknya at this case, mereka lagi sama apesnya sama gue, dan sama-sama punya potensi yang sama untuk kena corona.

Menurut gue, ini udah lebih dari cukup.

Enjoy the anxiety, kakak-kakakku 💞

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Demam Blog dan Hidup Naik-Turun

Me After 1 Years

Yang Ngilang, Yang Gak Dikangenin