What I Learn from Doing Yoga

Gue mulai bener-bener yoga dari bulan Juli waktu libur akhir semester. Selama Juli ke Agustus, gue make libur semester buat benerin bentuk badan sama skincare. Jadi kaya transformasi yang WAW SIAPAQA PEREMPUAN CANTIK INI?! gitu

Semuanya berawal dari ketemunya gue sama channel Einzelgänger yang fokusnya tentang Stoicism. Sebelum Einzelgänger, gue lagi nyari metode diet yang pas. Gue bisa kelempar ke Einzelgänger karena dia pernah bahas full-day fasting yang bikin dia belajar tentang self-control. Akhirnya sembari nyari terus soal metode intermittent fasting, gue jadi nontonin Einzelgänger.

Akhirnya gue mikir, implementasi Stoicism apa yang enak dijalanin sambil diet? Oh, yoga. Karena toh setelah full body workout sama HIIT Cardio, Sabtu-Minggu gue harus recover otot dengan peregangan. Toh semua influencer yang gue tonton juga yoga di waktu senggang untuk recover kelenturan otot mereka.

Udah lama banget gue ga yoga karena gaada waktu, akhirnya seminggu ini gue yoga tiap hari.

Karena gasuka diatur-atur soal itungan napas, gue gapernah lagi nonton video tutorial yoga. Gue cuma nyuri metode mereka aja: kapan narik napas, kapan nahan napas, sama kapan buang napas. Intinya pusatin pikiran ke ujung jari yang direntangkan, lakuin semua gerakan dengan sepenuhnya, jangan setengah-setengah, nanti pegel. Kalo turn 180 derajat ya turn aja. Kalo rentangin tangan ya rentangin selebar mungkin. Kalo kayang ya kayang.

Aside from "who am I to talk, certified yoga instructor aja bukan", intinya yoga itu gimana kita mengendalikan konsep mind-body-soul. 

Yang gue dapet dari yoga dalam rentang waktu Juni sampe Agustus itu?

Gue bisa nyiksa diri sendiri dengan peregangan dan gerakan-gerakan ngelipet badan yang ngilu banget kaya kayang ke luar, tengkurep melekuk, nyentuhin telapak kaki ke kepala, bentuk badan jadi V... tapi rasanya enak? Ya iyalah, enak karena badan yang kaku jadi elastis.

Konsep "nyiksa diri sendiri" ini sering dipake psikolog untuk penyintas self-harm. Karena fullbody workout dan yoga itu kan nyakitin otot ya, dan sensasi sakitnya itu konstruktif. Bagus buat badan juga ujung-ujungnya. Tapi rasa sakit sementara itu yang menggantikan sensasi ngehukum diri sendiri yang didapet dari nyilet lengan atau mukul diri sendiri. Sampe pada akhirnya ketika lo liat badan lo sehat... 

"Oh ternyata gue ga sesampah itu. Seenggaknya, gue bisa komit sama diri sendiri jadi orang yang lebih sehat."

Kebencian lo kepada diri sendiri yang "layak dihukum" itu perlahan menghilang. Karena diri lo yang lo sangka ga berguna itu, pada akhirnya bisa komitmen sama satu hal, dan satu hal aja. Munculah self-reward dari sana.

Makanya sekarang kalo temen gue pada self-harm, gue suruh aja invest kebencian terhadap diri sendirinya ke fullbody workout (30 menit fullset dari upper body sampe lower body, ngebentuk pantat, tete, sama abs) atau yoga

Because at least, that is the most constructive self-harm that you can do to yourself.

Yuk yoga.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Demam Blog dan Hidup Naik-Turun

Me After 1 Years

Yang Ngilang, Yang Gak Dikangenin