Sahabat Di Atas Langit

Ketika pertama mataku terbuka, yang kulihat adalah wanita tabah.

Dia pernah jatuh begitu dalam, dan kini dia tersenyum menatapku dengan lembut, padahal dia masih penuh luka.

Pertama aku membuka mata, aku pertama mengenal kemunafikan... dan kasih sayang.

Saat aku beranjak dari gendongan, aku merasakan jatuh pertamaku.

Ketika aku seringkali digendong, aku begitu nyaman, dan seketika itu dia hilang begitu saja dari sini.

Dari dunia. Maksudku secara harfiah. Dia benar-benar tidak di bumi lagi.

Ketika itu, aku yang masih ditimang senyumnya, dibuai tawanya dan dibisiki bait-bait kasihnya, langsung jatuh ke tanah.

Entah kenapa tanah itu empuk. Meski begitu, kepergiannya tetap membuatku sakit.

Kepergiannya membuatku dan ibuku timpang. Lalu kami merangkak, berjuang, tertatih... sembari relakan dia pergi. Karena dia pria bertanggungjawab yang terpaksa pergi, dipanggil atasannya. Satu-satunya atasan yang dia tahu dan dirinya mau tunduk pada atasan itu.

Lalu ketika aku mulai tahu seujung kuku tentang dunia, aku kembali jatuh.

Ketika aku jatuh, aku mulai kenal pribadi yang begitu misterius cara kerjanya, namun begitu menyenangkan.

Sahabat yang begitu baik, sahabat yang manis. Tidak pernah pergi, selalu mengikutiku. TanganNya tertadah ketika aku jatuh dan senyumNya meneduhkan aku.

Sayangnya sahabatku adalah atasan orang yang kusayangi, yang telah pergi itu.

Dia atasan ayahku.

Tapi sahabat saling menerima. Dia maha agung, aku maha berdosa dengan wajah polos dan bodohku.

Ketika aku jatuh, sahabatku terus menyemangatiku dan mengangkat badanku dari kubangan, dan memegang pipiku sebelum aku menangis.

Semakin aku bertumbuh, semakin aku merasa kalau aku ini dewasa, aku semakin kekanak-kanakkan.

Hingga orangtuaku lelah dan menyerahkan semuanya pada sahabatku. Dan sahabatku yang sedih dengan aku yang baru selalu ada di sisiku.

Ketika aku jatuh dan terpuruk pada masalah yang semakin dewasa semakin kuanggap sepele, sahabatku kembali membantuku berdiri.

Ketika aku menangis diam-diam saat benar-benar lelah jadi manusia cuek, sahabatku (yang satu-satunya melihatku menangis) memelukku erat dan membiarkan aku menangis.

Jarang dia menyuruhku berhenti menangis. Ketika dia tahu aku seharunya meledak karena terus menahan, dia akan membiarkan aku menangis di pelukannya hingga aku puas.

Ketika semua temanku punya sahabat pria, dan mereka melangkah dari sahabat ke pacar... aku dan sahabatku tetap bersahabat.

Seringkali aku berniat meninggalkan sahabatku. Ketika aku kenal manusia-manusia baru, aku pergi bebas, tanpa menghadiri hari janjian rutin kami.

Dan ketika aku jatuh cinta, aku meninggalkan sahabatku sendirian.

Dan ketika manusia-manusia dan lawan jenis itu menyakitiku, aku seperti anak TK yang sok keren mengayuh sepeda jauh dari ayahku, yang begitu sabar melatihku, hanya karena mengejar sebuah kupu-kupu. Lalu beberapa meter kemudian aku jatuh, terpuruk, dan menangis.

Kupu-kupu itu tidak bisa menyelamatkanku. Hanya ayahku yang bisa dalam analogi ini.

Dan sahabatku, yang kuanalogikan juga sebagai ayahku, memang hanya satu-satunya yang bisa mengangkatku ketika aku jatuh.

"Apa Kau tidak bosan membantuku?"

"Apa kau tidak bosan bertanya?" Dia memberiku senyuman hangat, yang membuatku menangis.

Ketika aku jatuh, ketika aku lelah dan terluka... hanya satu sahabat yang bisa membantuku berdiri.

Dia tinggal jauh, jauh, jauh sekali. Tapi entah kenapa kami begitu dekat. Dia bisa di rumahNya dan di dekatku dalam waktu bersamaan. Dia selalu datang ketika aku menangis, setelah kutinggalkan jauh dengan kebutan sepedaku. Meski beribu kali kutinggal, Dia tidak pernah pergi.

RumahNya jauh. Sekuat apapun kameraku, yang kudapat hanya sebuah foto dari keterbatasan manusia meraih rumahNya.

Semoga suatu hari ketika aku cukup dewasa dan tak perlu lagi menangis, Dia menepati janjiNya untuk membawa aku pergi, dan tinggal bersama yang lainnya di rumahNya.

Nama sahabatku? Bukankah kamu juga kenal? Apa? Tidak kenal? Atau kamu sudah mengayuh sepedamu terlalu jauh? :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Demam Blog dan Hidup Naik-Turun

Me After 1 Years

Yang Ngilang, Yang Gak Dikangenin